Usia batita penuh linangan air mata, begitu kata para ibu yang kewalahan menghadapi tangisan anak 1-3 tahunnya. Uuups... jangan keburu kesal, sebab siapa tahu sifat cengeng ini Anda sendiri yang menularkan, bahkan menurunkan. Ini dia 7 sebab batita gemar menangis dan cara mengatasinya, seperti dipaparkan Ike R. Sugianto, Psi., dari Klinik Anakku, kepada Marfuah Panji Astuti dari nakita.
1. IBU BERMASALAH WAKTU HAMIL
Banyak penelitian membuktikan, janin dalam kandungan bisa merekam kondisi ibunya. Bila ibu menghadapi kehamilan secara positif maka efeknya juga positif. Sebaliknya bila ibu selama hamil dalam kondisi tertekan, stres, sedih, kacau, anak pun akan tumbuh dalam emosi negatif. Salah satunya ditandai dengan mudahnya anak menangis alias cengeng.
Secara ilmiah, hal tersebut dapat dijelaskan dengan meningkatnya hormon tertentu si ibu. Pada orang yang sedang stres, jumlah adrenalin dan serotonin meningkat yang akan berdampak pada perkembangan janin. Sekadar informasi, selain gangguan emosi, beberapa penelitian menyebutkan kalau wanita yang stres saat hamil berpeluang melahirkan anak dengan gangguan hiperaktivitas.
Cara mengatasi:
* Ibu dan orang dewasa di rumah lainnya harus segera bangkit dari kesedihan. Buat suasana rumah jadi gembira. Kalau memang yang menjadi masalah utama adalah relasi suami-istri, segera selesaikan supaya dampaknya tidak berlanjut pada anak.
* Meski suasana rumah sudah berubah, tapi tidak otomatis anak langsung menghentikan kebiasaannya. Kalau sekiranya segala cara sudah dilakukan tapi anak masih saja gampang menangis, orangtua harus menurunkan ekspektasinya. Kalau biasanya sehari menangis lebih dari 10 kali dengan berbagai sebab, orangtua harus puas bila anak bisa menangis 5 kali sehari, meski anak-anak pada umumnya hanya menangis 3 kali sehari, misalnya.
* Kalau sekiranya orangtua tak sanggup mengatasi, segera libatkan ahli. Ada beberapa metode yang akan digunakan. Di antaranya:
* Kranio sakalAnak disuruh berbaring kemudian dipegang seluruh tubuhnya untuk mengatur ritme tubuh supaya lebih stabil.
* Brain gymTitik-titik positif yang umumnya terkumpul di dahi akan diaktifkan dengan cara ditekan.
* Touch for healthHampir sama dengan brain gym, metode ini pun mengaktifkan titik-titik positif yang ada dalam tubuh.
2. FAKTOR GENETIK
Pada prinsipnya, setiap manusia mempunyai pola kepribadian yang berbeda-beda. Orangtua yang sensitif/peka cenderung akan menurunkan sifat yang sama pada buah hatinya. Mudahnya, anak mencontoh apa yang dilihatnya setiap hari. Orangtua yang gampang terharu bahkan berlinang airmata manakala menyaksikan tayangan di teve, melihat pengemis di pinggir jalan, mendengar lagu sendu, dan sebagainya, sedikit banyak akan ditiru anak.
Cara mengatasi: Batita sensitif/peka ini gampang terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Umpama, di rumah ada yang bersuara keras sedikit, anak langsung menangis karena merasa dirinya sedang dimarahi, padahal tentu saja tidak. Untuk mengatasinya, berikut beberapa langkah yang disarankan:
* Pancing anak dengan pertanyaan, “Mengapa Adek menangis? Karena Papa tadi berteriak? Memang tadi Adek salah apa? Kalau enggak salah ya tidak perlu menangis.”
* Melatih logika dan rasio anak supaya lebih seimbang. Rasionalkan hal-hal yang selama ini membuatnya mudah menangis. Contoh, anak menangis karena terjatuh, tanyakan, “Mana yang sakit? Sini Mama kasih obat merah. Karena sudah diobati, sebentar lagi sembuh dan Adek tidak perlu menangis. Oke?”
* Penjelasan dengan menggunakan gambar. Caranya, sediakan 4 gambar ekspresi: sedih, marah, senang, takut. Saat menangis, minta anak menunjukkan gambar mana yang mewakili perasaannya, misalnya sedih atau marah. Lalu pancing dengan pertanyaan, “Mengapa Adek sedih? Oh, mainannya hilang? Yuk kita cari bersama-sama.”
* Karena hubungan ini sifatnya timbal balik, maka kedua belah pihak harus berusaha meminimalkan sensitivitas yang dimiliki. Orangtua harus sadar bahwa yang dilakukannya adalah contoh langsung yang mudah ditiru anak.
* Sekiranya orangtua tak bisa mengatasi, segera libatkan ahli. Beberapa metode yang akan digunakan antara lain mind over mood atau membantu anak mengelola pikirannya untuk mengatasi perubahan suasana hati.
3. KEMAMPUAN VERBAL MASIH TERBATAS
Kemampuan komunikasi anak berkembang secara bertahap sesuai usianya. Menangis adalah bahasa komunikasi pertama yang dimiliki anak sejak bayi. Di usia batita kemampuan verbal anak masih terbatas. Sering kali saat anak menginginkan sesuatu, orang dewasa di sekitarnya tak kunjung paham. Akibatnya anak merasa frustrasi dan ujung-ujungnya menangis.
Cara mengatasi:
* Metode visual support bisa digunakan untuk menjembatani kemampuan verbal anak yang masih terbatas. Caranya dengan menggunakan berbagai macam gambar. Saat anak menangis, berikan kartu-kartu dan biarkan ia menunjukkan apa yang diinginkannya. Kartu-kartu tersebut berisi gambar botol susu, kue, mainan, anak sedang tidur, dan sebagainya. Selain keinginannya terpenuhi, gambar-gambar menarik dalam kartu itu juga bisa digunakan untuk mengalihkan perhatian anak supaya segera menghentikan tangisannya.
* Untuk memperjelas, bisa juga dengan menggunakan bahasa tubuh. Contoh, mengatakan "Lapar!" sambil memegangi perut, "Mau makan!" sambil membuka kedua telapak tangan, dan sebagainya. Dengan demikian orang dewasa memahami apa yang diinginkan anak pada saat itu.
4. TERLALU BANYAK DILARANG
Serba dilarang hanya akan membuat si batita menjadi anak yang penakut/pencemas. Mau main ke luar rumah dilarang, makan permen dilarang, mau memakai baju biru takut dikritik, akhirnya anak tumbuh menjadi pribadi bermasalah. Akibat rasa takut dan cemas yang berlebihan inilah, akhirnya anak jadi cengeng. Sedikit-sedikit menangis, meski untuk hal-hal sepele.
Cara mengatasi:
* Evaluasi hal-hal yang dilarang. Untuk sesuatu yang tidak penting, semisal orangtua tak suka anaknya memakai baju biru, sebaiknya segera ditiadakan.
* Meski tak berarti semuanya jadi boleh, tapi memberi kelonggaran dalam batas-batas tertentu pada anak akan membantunya tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri. Keyakinan diri seperti ini penting untuk mengikis kebiasaan sedikit-sedikit menangis.
5. PERHATIAN BERLEBIHAN
Kebalikan dari kondisi di atas, anak-anak yang diberi perhatian berlebihan saat menangis juga berakibat sama buruknya. Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang cengeng. Di usia ini anak dapat menjadikan tangisan sebagai senjata; ia tahu kalau menangis, permintaannya pasti dipenuhi. Lebih parah lagi kalau anak menyadari keinginannya lebih mudah dipenuhi saat ia menangis di muka umum. Akibatnya tiap kali berada di antara banyak orang, anak pasti berulah, menangis untuk meminta sesuatu.
Cara mengatasi:
* Bawa ke tempat/ruangan yang aman. Biarkan anak menangis sepuasnya. Meski menunggui, orangtua sebaiknya pura-pura mengabaikannya, umpamanya sambil membaca majalah atau sibuk melakukan sesuatu.
* Setelah anak capek menangis dan tenang, tanyakan apa yang sebenarnya diinginkannya. Kalau permintaan tersebut memang harus dipenuhi, contohkan padanya bagaimana cara meminta dengan baik tanpa perlu menangis. Minta anak menirukannya, “Adek mau makan biskuit.”
* Kalau yang diminta adalah sesuatu yang tidak penting/mengada-ada, sebaiknya abaikan saja.
6. EMOSI TAK TERSALURKAN
Anak-anak yang biasa dikekang emosinya, suatu saat akan meledak dan berbahaya. Contoh, anak laki-laki yang dibiasakan untuk menahan emosi, “Masa anak laki-laki menangis. Malu-maluin aja.” Padahal wajar saja sesekali anak di usia ini—baik anak perempuan maupun laki-laki—menangis karena satu dan lain hal. Pembatasan emosi ini bisa menjadi bumerang, anak justru jadi gampang menangis sebagai ledakan emosi yang ditahannya selama ini.
Cara mengatasi:Biarkan anak mengekspresikan emosinya secara wajar. Boleh saja anak menangis untuk alasan yang jelas, seperti sakit.
7. MENGHINDARI HUKUMAN
Anak usia ini juga dapat menjadikan tangisan sebagai tameng. Saat berebut mainan dengan kakaknya, kalau ia menangis duluan maka orangtua pasti meminta kakaknya memberikan mainan itu kepadanya. Begitu juga kalau menumpahkan susu, merusakkan barang, membuat berantakan meja kerja papanya, kalau sudah menangis, ia bisa terhindar dari “hukuman” omelan orangtua.
Cara mengatasi:
* Orangtua harus lebih objektif dan tidak mudah terpancing dengan tangisan anak. Tunda penyelesaian masalah sampai semua tenang. Contoh, kakak-adik berebut mainan hingga si adik menangis, jangan segera minta si kakak memberikan mainannya. Ambil mainan itu dan katakan, “Mainan ini Mama pegang sampai semua diam. Kalau tidak mau bergantian, mainan ini tidak Mama berikan lagi.”
* Begitu juga saat anak menangis untuk menghindari “hukuman”. Tunggu sampai anak diam, kemudian jelaskan apa salahnya dan tetap laksanakan konsekuensi yang seharusnya diterima. Dengan begitu anak belajar untuk tidak menjadikan tangisan sebagai tameng.
TIP PRAKTIS
* Biasakan menyetel lagu-lagu ceria di pagi hari untuk membangun mood ceria anak sepanjang hari.
* Gunakan kata-kata bernada positif untuk menghiburnya. Contoh, ketimbang berkata, “Jangan sedih,” lebih baik gunakan kata, “Tetap semangat. Yang ceria, ya.”
* Hiasi dinding kamar anak dengan warna-warna ceria.
* Pilihkan baju-baju bermotif ceria untuk membuatnya tetap bersemangat sepanjang hari.
0 komentar:
Posting Komentar